batampos.co.id – Industri galangan kapal
menjadi salah satu sektor yang paling merasakan dampak pandemi Covid-19.
Direktur PT Bandar Abadi
Shipyard, Maslina Simanjuntak, sejak pandemi Covid-19 omset pihaknya turun
drasti.
Tidak hanya itu, kata dia,
pembayaran dari para pelanggannya juga terhambat.
“Pusing memikirkannya,”
ujarnya, Selasa (28/4/2020).
Menurutnya, saat ini produksi
terus mengalami penurunan. Namun, pihaknya masih mempertahankan para
karyawannya untuk tetap bekerja.
“Tapi paling kerja basic saja
karyawan kita yang selama ini bisa lembur sekarang sudah ngak ada lagi,”
paparnya.
Ia mengaku pihaknya saat ini
sedang memikirkan bagaimana untuk membayarkan upah karyawannya bulan depan.
“Sampai saat ini masih ada
karyawan tetap kita 500-an belum lagi kontraktornya,” katanya.
Masih kata Maslina, apabila
Pemko Batam menerapkan Pembatasan sosial Berskala Besar (PSBB), kemungkinan
besar beberapa pekerjaan akan diputus kontrak.
“Kami sudah ada 1 kapal yang
diputus sementara. Semua perusahaan terdampak Covid-19,” jelasnnya.
Ia berharap, pandemi Covid-19
segera berakhir agar aktivitas galangan kapal di Batam kembali bergairah.
Hal yang sama diutarakan
Manager PT Citra Shipyard, Sahat Simaora.
Ia mengatakan. proyek di
perusahaannya turun drastis. Saat ini kata dia, pihaknya hanya menyelesaikan
pekerjaan yang sudah ada.
“Pekerjaan baru belum ada,
padahal sebelumnya banyak. Cuma (menyelesaikan pekerjaan lama) yang ada dan
itulah untuk menyambung nyawa galangan kapal dan karyawan kita sambil menunggu
proyek orderan datang,” sebutnya.
Sahat menambahkan, apabila
kondisi masih terus berlanjut, pihaknya berencana mengurangi karyawan baik itu
di PHK, dirumahkan atau putus kontrak.
“Bagaimana lagi yang dikerjakan
tidak ada lagi,” katanya.
Sementara itu, Manager PT
Palindo Shipyard, Mukti Syarif Rivai, mengatakan, saat ini perusahaannya masih
tetap beroperasi dan karyawan masih bekerja seperti biasa.
“Di kantor kita minta karyawan
untuk tetap menjaga jarak, wajib pakai masker dan pemeriksaan suhu tubuh rutin
bila masuk perusahaan,” katanya.
Order lanjutnya, jauh menurun
dari biasanya.
“Sepertinya hampir seluruh
bisnis jeblok karena Pandemi covid-19 ini,” jelasnya.
Apalagi lanjutnya, saat ini
semua transportasi dihentikan untuk mengantisipasi penularan Covid-19.
“Jadi yang mau pesan kapal
banyak yang reschedule,” jelasnya.
Saat ini kata dia, pekerjaan
yang dilakukan hanya yang didapat sebelum Covid-19 merebak di Indonesia.
“Itulah yang sedang kita
dikerjakan saat ini dan costumer ada yang menunda pemesanan kapal. Tapi Ada
juga yang masih jalan karena sudah kontrak di awal tahun lalu,” ujar Mukti.
Mukti berharap PSBB jangan
diterapkan di Batam. Jika hal itu dilakukan, bisnis galangan kapal akan
tenggelam.
“Bisnis galangan ini, model
bisnisnya berbeda dengan bisnis wisata atau trading/jual beli. Ini bisnis
hitungan jangka panjang tahunan, kalau diberlakukan PSBB, bisa macetnya juga
tahunan,” katanya.
Apabila tidak ada orderan, mau
tidak mau perusahaan galangan kapal akan merasionalisasi karyawan sesuai
kebutuhan minimum.
Ia juga menjelaskan, yang
terdampak terhadap Covid-19 adalah bisnis angkutan laut atau penyeberangan.
Padahal kata dia, bisnis
angkutan fery sangat tergantung dari cashflow harian yang dipakai untuk biaya
operasional dan biaya karyawan.
“Kalau situasi masih terus
berlanjut , bisa kolaps semua,” tutur Mukti.
Mukti berharap, pemerintah
segera membuat ekonomi di Indonesia khususnya Kota Batam kembali normal.
Ia pun meminta agar pemerintah
terus melakukan tes kepada masayrakat. Sehingga saat diketahui memiliki gejala
Covid-19 bisa langsung dilokalisir.
Husen, salah satu pekerja
galangan kapal di Tanjunguncang, mengatakan, kontrak kerjanya sudah diputus
pihak perusahaan karena tidak ada lagi pekerjaan,
“Sudah berbulan-bulan saya
menganggur,” jelansya.
Namun Husen masih bernasib
baik, rekannya yang bekerja di Punggur mengajak dirinya untuk bergabung.
“Daripada tidak makan dan
tanggungan hidup banyak, meski pun jauh dari rumah saya terima kerjaan itu,”
ujarnya.
Ia menjelaskan, sistem kerja di
galangan kapal yang baru dengan pola borongan atau harian.
“Kadang sebulan bisalah ddapat
basic tapi kadang tak sampai,” jelasnya.
Zohar Napitupulu, salah satu
pekerja permanen di Tanjunguncang, mengatakan, saat ini pekerjaan tempatnya
sangat sedikit.
“Dulu banyak, sampai lembur masuk jam 00.00 WIB-pulang jam 20.00 WIB dan minggu masuk. Sekarang pulang jam 16.00 WIB tidak ada lembur, sebutnya.
“Dulu banyak, sampai lembur masuk jam 00.00 WIB-pulang jam 20.00 WIB dan minggu masuk. Sekarang pulang jam 16.00 WIB tidak ada lembur, sebutnya.
Zohar mengaku prihatin banyak
di antara rekan-rekannya yang bekerja di galangan kapal di PHK dan dirumahkan.
Bahkan ada beberpa pekerja
galangan memilih kembali ke kampung halamannya.
Salah satunya, Rudi Harahap. Ia
menjual semua aset yang dimiliki mulai rumah hingga kendaraan.
“Kontrak saya diputus dan
sampai sekarang belum dapat kerjaan, jadi saya milih pulang kampung,” jelasnya.
Rudi bersama keluarganya pulang
ke Pargarutan, Tapanusli Selatan, Sumatera Utara,
Di kampung lanjutnya, kegiatan
yang akan dilakukannya ialah bertani.
Sementara itu, Nur Hamima
Harahap korban PHK juga memilih pulang ke kampung halamannya untuk bertani.
“Karena sudah susah di Batam
gara-gara wabah covid-19,” paparnya.
Pantaun Batam Pos di galangan
kapal di area Tanjunguncang memang sangat sepi.
Kapal-kapal juga sepi yang
sandar di dermaga. Bahkan pekerja bisa dihitung dengan jari.(ali)
Rabu, 29 April 2020 - 16:28 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar