Jumat, 26 Juni 2020

Ketua INSA Batam : Dunia Maritim Batam Seharusnya Tidak Menangis

BATAM, POSMETRO.CO : Batam seharusnya tidak menangis, saat ekonomi global turun seharusnya Batam tempat berkumpulnya kapal. Dan saat ekonomi dunia bergerak, Batam juga makin bergerak. Tapi yang terjadi saat ini Batam mulai ditinggalkan orang.
Hal itu dikatakan oleh Ketua Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) Batam, Osman Hasyim, pada saat rapat dengan puluhan anggotanya di restoran Hotel Travelodge, Jumat (14/2) pagi.
”Kenapa ditinggal orang, karena kebijakan yang dibuat kontraproduktif, untuk itu industri seperti yang kita jalankan harus segera diselamatkan. Karena industri perkapalan ini sangat banyak menyerap tenaga kerja,” terang Osman.
Menurutnya, satu kapal yang masuk saja ke Batam bisa membawa uang ratusan juta Rupiah. Seperti kapal minyak, dan itu baru satu kapal minyak saja.
”Belum lagi yang berhubungan dengan masalah minum, rokok, kebutuhan intrumentasi, mekanikal, dan berbagai hal lainnya. Coba bayangkan jika ada seribu kapal, sudah berapa perputaran uang yang ada di Batam,” jelas Osman.
Dengan banyaknya perputaran uang tersebut, otomatis bisa menghidupkan pengusaha hotel, kuliner dan transportasi. Dan tentunya rakyat yang mendapat manfaat.
”Jangan anggap remeh industri maritim ini. Karena itu kita harus tetap semangat, bersatu, dan semua ini untuk kepentingan Batam,” kata pria asli Belakangpadang ini.
Pernyataan Osman ini disampaikan kepada anggota pengusaha kapal yang tergabung di INSA. Ia juga menyebutkan pertemuan ini untuk menyerap persoalan terkini yang dialami anggota, dan dirasa cukup mengkhawatirkan.
”Kita ingin Batam lebih maju di saat seperti ini, apalagi sekarang juga tidak ada titik terang akan ada pertumbuhan di bidang maritim dan pelayaran di Batam,” ungkap Osman pada media usai rapat.
Disebutkan Osman, Padahal Batam sendiri sudah memiliki infrastruktur dan tenaga yang cukup mumpuni. Infrastruktur yang dimiliki adalah shipyard-shipyard yang jumlahnya ratusan, serta tenaga terampil di berbagai bidang untuk maritim.
”Dengan modal itu harusnya mampu memberikan pelayanan yang lebih untuk pelayaran dalam negeri dan luar negeri. Apalagi shipyard adalah industri sangat padat karya. Dan kepentingan INSA dalam hal ini menjamin agar kapal di luar Batam baik nasional atau internasional, mau melakukan kegiatan di Batam,” jelas Osman panjang lebar.
Karena itu menurutnya, kepastian hukum sangat diharapkan dalam hal ini, pelayanan yang prima serta tingkat keamanan dan kenyamanan juga harga harus bersaing.
Parahnya kata Osman, seperti sekarang ada pungutan yang tiba-tiba diperbolehkan dan tiba-tiba juga tak boleh. Bagaimana pelayanan pelabuhan seperti itu, kenapa membuat kebijakan seperti itu, dan definisi peraturan juga tidak menentu.
”Dan disinilah salah satu tugas kami di INSA untuk mengawasi, jika dipaksakan seperti ini, indutri maritim Batam akan runtuh. Untuk itu Kepala BP Batam yang baru dengan pola penyelenggaraan pemerintahan BP Batam dengan memberikan kewenangan pada deputi-deputi, harus sensitif terhadap ini. Semua kritikan yang kami sampaikan tidak semua buruk, minimal didengarkan, dirangkum dan dicek di lapangan.”
Karena itu juga menurut Osman, terbukti dan sejauh ini BP Batam tidak memberikan dampak yang berarti. Dan menurutnya hal itu disebabkan karena kebijakan yang salah.
”Dengan permasalahan yang tak jelas ini dan membuat tidak adanya kepastian hukum, INSA akan melakukan beberapa langkah diantaranya akan melakukan sharing dengan BP Batam dalam beberapa hari ke depan, jika tidak mendapatkan hasil kami akan mempertanyakan lewat ombusment, dan langkah terakhir adalah melakukan upaya hukum agar kepastian hukum juga jelas,” tutup Osman. (dye)
14/02/2020 - 18:30

Jumat, 12 Juni 2020

Melihat Aktivitas Galangan Kapal Ditengah Pandemi Covid-19

batampos.co.id – Industri galangan kapal menjadi salah satu sektor yang paling merasakan dampak pandemi Covid-19.
Direktur PT Bandar Abadi Shipyard, Maslina Simanjuntak, sejak pandemi Covid-19 omset pihaknya turun drasti.
Tidak hanya itu, kata dia, pembayaran dari para pelanggannya juga terhambat.
“Pusing memikirkannya,” ujarnya, Selasa (28/4/2020).
Menurutnya, saat ini produksi terus mengalami penurunan. Namun, pihaknya masih mempertahankan para karyawannya untuk tetap bekerja.
“Tapi paling kerja basic saja karyawan kita yang selama ini bisa lembur sekarang sudah ngak ada lagi,” paparnya.
Ia mengaku pihaknya saat ini sedang memikirkan bagaimana untuk membayarkan upah karyawannya bulan depan.
“Sampai saat ini masih ada karyawan tetap kita 500-an belum lagi kontraktornya,” katanya.
Masih kata Maslina, apabila Pemko Batam menerapkan Pembatasan sosial Berskala Besar (PSBB), kemungkinan besar beberapa pekerjaan akan diputus kontrak.
“Kami sudah ada 1 kapal yang diputus sementara. Semua perusahaan terdampak Covid-19,” jelasnnya.
Ia berharap, pandemi Covid-19 segera berakhir agar aktivitas galangan kapal di Batam kembali bergairah.
Hal yang sama diutarakan Manager PT Citra Shipyard, Sahat Simaora.
Ia mengatakan. proyek di perusahaannya turun drastis. Saat ini kata dia, pihaknya hanya menyelesaikan pekerjaan yang sudah ada.
“Pekerjaan baru belum ada, padahal sebelumnya banyak. Cuma (menyelesaikan pekerjaan lama) yang ada dan itulah untuk menyambung nyawa galangan kapal dan karyawan kita sambil menunggu proyek orderan datang,” sebutnya.
Sahat menambahkan, apabila kondisi masih terus berlanjut, pihaknya berencana mengurangi karyawan baik itu di PHK, dirumahkan atau putus kontrak.
“Bagaimana lagi yang dikerjakan tidak ada lagi,” katanya.
Sementara itu, Manager PT Palindo Shipyard, Mukti Syarif Rivai, mengatakan, saat ini perusahaannya masih tetap beroperasi dan karyawan masih bekerja seperti biasa.
“Di kantor kita minta karyawan untuk tetap menjaga jarak, wajib pakai masker dan pemeriksaan suhu tubuh rutin bila masuk perusahaan,” katanya.
Order lanjutnya, jauh menurun dari biasanya.
“Sepertinya hampir seluruh bisnis jeblok karena Pandemi covid-19 ini,” jelasnya.
Apalagi lanjutnya, saat ini semua transportasi dihentikan untuk mengantisipasi penularan Covid-19.
“Jadi yang mau pesan kapal banyak yang reschedule,” jelasnya.
Saat ini kata dia, pekerjaan yang dilakukan hanya yang didapat sebelum Covid-19 merebak di Indonesia.
“Itulah yang sedang kita dikerjakan saat ini dan costumer ada yang menunda pemesanan kapal. Tapi Ada juga yang masih jalan karena sudah kontrak di awal tahun lalu,” ujar Mukti.
Mukti berharap PSBB jangan diterapkan di Batam. Jika hal itu dilakukan, bisnis galangan kapal akan tenggelam.
“Bisnis galangan ini, model bisnisnya berbeda dengan bisnis wisata atau trading/jual beli. Ini bisnis hitungan jangka panjang tahunan, kalau diberlakukan PSBB, bisa macetnya juga tahunan,” katanya.
Apabila tidak ada orderan, mau tidak mau perusahaan galangan kapal akan merasionalisasi karyawan sesuai kebutuhan minimum.
Ia juga menjelaskan, yang terdampak terhadap Covid-19 adalah bisnis angkutan laut atau penyeberangan.
Padahal kata dia, bisnis angkutan fery sangat tergantung dari cashflow harian yang dipakai untuk biaya operasional dan biaya karyawan.
“Kalau situasi masih terus berlanjut , bisa kolaps semua,” tutur Mukti.
Mukti berharap, pemerintah segera membuat ekonomi di Indonesia khususnya Kota Batam kembali normal.
Ia pun meminta agar pemerintah terus melakukan tes kepada masayrakat. Sehingga saat diketahui memiliki gejala Covid-19 bisa langsung dilokalisir.
Husen, salah satu pekerja galangan kapal di Tanjunguncang, mengatakan, kontrak kerjanya sudah diputus pihak perusahaan karena tidak ada lagi pekerjaan,
“Sudah berbulan-bulan saya menganggur,” jelansya.
Namun Husen masih bernasib baik, rekannya yang bekerja di Punggur mengajak dirinya untuk bergabung.
“Daripada tidak makan dan tanggungan hidup banyak, meski pun jauh dari rumah saya terima kerjaan itu,” ujarnya.
Ia menjelaskan, sistem kerja di galangan kapal yang baru dengan pola borongan atau harian.
“Kadang sebulan bisalah ddapat basic tapi kadang tak sampai,” jelasnya.
Zohar Napitupulu, salah satu pekerja permanen di Tanjunguncang, mengatakan, saat ini pekerjaan tempatnya sangat sedikit.
“Dulu banyak, sampai lembur masuk jam 00.00 WIB-pulang jam 20.00 WIB dan minggu masuk. Sekarang pulang jam 16.00 WIB tidak ada lembur, sebutnya.
Zohar mengaku prihatin banyak di antara rekan-rekannya yang bekerja di galangan kapal di PHK dan dirumahkan.
Bahkan ada beberpa pekerja galangan memilih kembali ke kampung halamannya.
Salah satunya, Rudi Harahap. Ia menjual semua aset yang dimiliki mulai rumah hingga kendaraan.
“Kontrak saya diputus dan sampai sekarang belum dapat kerjaan, jadi saya milih pulang kampung,” jelasnya.
Rudi bersama keluarganya pulang ke Pargarutan, Tapanusli Selatan, Sumatera Utara,
Di kampung lanjutnya, kegiatan yang akan dilakukannya ialah bertani.
Sementara itu, Nur Hamima Harahap korban PHK juga memilih pulang ke kampung halamannya untuk bertani.
“Karena sudah susah di Batam gara-gara wabah covid-19,” paparnya.
Pantaun Batam Pos di galangan kapal di area Tanjunguncang memang sangat sepi.
Kapal-kapal juga sepi yang sandar di dermaga. Bahkan pekerja bisa dihitung dengan jari.(ali)
Rabu, 29 April 2020 - 16:28 WIB

Sumber: https://batampos.co.id/2020/04/29/melihat-aktivitas-galangan-kapal-ditengah-pandemi-covid-19/

Geliat Industri Shipyard Batam

Sejak 2015 lalu, industri galangan kapal (shipyard) di Batam terpuruk. Kondisi ini terus berlanjut hingga 2017 lalu. Industri yang dianggap tulang punggung ekonomi Batam itu seperti mati suri. Namun kini, industri shipyard Batam mulai merangkak lagi.
Dua unit kapal patroli keamanan laut (Patkamla) KAL P Bungaran dan KAL P Labengki bersandar di pelabuhan PT Kumala Shypiard, Batuaji, Jumat (27/7) lalu. Kapal itu baru saja selesai dibuat dan sudah melalui uji coba berlayar. Hari itu adalah seremoni penyerahan kapal oleh manajemen PT Infinity Global Mandiri. Perusahaan galangan kapal lokal Batam.
CEO PT Infinity Global Mandiri, Ivan Hartono, menyerahkannya kepada Kepala Badan Sarana Pertahanan (Kabaranahan) Kemhan Laksda TNI Agus Setiadji, S.A.P. Keduanya kemudian menandatangi berita acara serah terima dan peresmian kapal yang dipesan sejak tahun 2017 lalu.
Itu bukanlah kapal pertama atau terakhir yang dibuat PT Infinity Global Mandiri untuk pemerintah. PT Infinity Global Mandiri kembali mendapat pesanan dua kapal dari pemerintah. “Kami juga dapat satu pesanan kapal Basarnas sepanjang 40 meter,” kata Manager Proyek Infinity Naval Dreamworks untuk PT Infinity Global Mandiri, S Dangkeng.
Meski mendapat proyek pembuatan kapal lagi, Dankeng menyebutkan situasi industri galangan kapal saat ini belum sepenuhnya kembali pulih. Ia mengatakan masih cukup sulit meski ada perkembangan. Untuk PT Infinity sendiri ia tidak mau berkomentar banyak. “Kondisi perusahaan masih normal-normal saja,” katanya.
Komisaris PT Citra Shipyard Batam, Ali Ulai mengatakan industri galangan kapal di Batam perlahan mulai merayap lagi setelah terjatuh pada tahun 2015-2017 lalu. Mengawali 2018 ini, pria yang biasa disapa Abi ini mengungkapkan beberapa industri galangan kapal yang masih bertahan mulai bisa bernafas lega. Industri ini mulai bertumbuh meski perlahan.
“Sudah naik sedikit 20 persen. Sekarang sudah mulai membaiklah,” ujar Abi kepada Batam Pos, Rabu ( 25/7) lalu.
Menurut Abi, proyek pembuatan kapal kembali mulai berdatangan sebab adanya pesanan dari pemerintah. Sebagian besar pesanan kapal dari pemerintah itu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kapal akan dikirim ke Jakarta, Kalimantan, Palembang, dan Sulawesi.
“Yang banyak order itu masih dalam negeri. Buat kapal angkut batu bara, bauksit, dan nikel,” jelasnya.
Data dari Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPM-PTSP) Kota Batam, sepanjang semester pertama 2018 berdasarkan tanggal disetujuianya izin usaha, sebagian besar permohonan berasal dari perusahaan menanaman modal dalam negeri (PMDN). Nilai investasinya sejumlah 149.250.000.000. Perinciannya, pada Januari sebanyak Rp 130.000.000.000, Maret Rp 9.000.000.000, Mei sebesar Rp 6.500.000.000, dan Juni sejumlah Rp 3.250.000.000.
Bagaimana dengan orderan negara lain seperti pembuatan kapal minyak dan gas dari Timur Tengah? Ali Ulai mengungkapkan sejauh ini belum ada. Proyek luar negeri yang mereka terima baru-baru ini masih dari Malaysia, yakni pembuatan kapal assist tug atau kapal pendorong tanker di pelabuhan. “Ada dua orderan itu saat ini,” jelasnya.
Saat ini, ia juga menambahkan, perusahaannya dalam sekali bentang bisa mendapatkan enam proyek. “Sudah mulai membaiklah. Meski belum bisa menyamai masa 2011-2014. Dimana Batam bisa memproduksi kapal lebih dari 1.000 dalam setahun. Itu di luar proyek reparasi,” ungkapnya.
Meski sudah mulai membaik, para pengusaha kapal masih berada dalam bayang-bayang mati suri 2015 lalu. Akibat krisis tersebut, salah satu kendala yang mereka hadapi saat ini adalah dihapuskannya kredit atau pinjaman perbankan sementara.
“Beberapa tahun belakangan itu memang parah. Semua kredit berkaitan dengan kapal di-hold karena tingginya kredit macet. Sumbangan perekonomian dari shipyard dianggap sangat buruk,” ujarnya.
Belum lagi, harga minyak dunia yang rendah hanya 38 dolar Amerika Serikat per barel, sehingga proyek kapal nikel, bauksit dihentikan. Harga batu bara juga hancur. “Efek berlapis ini memang satu kesatuan, akibatnya banyak kapal tak bisa bayar,” ujarnya.
Ibarat jatuh tertimpa tangga, industri galangan kapal babak belur. Proyek swasta dari luar negeri yang dulu dikuasai kini beralih ke Malaysia dan Tiongkok. Bahkan negara tetangga terdekat dari Batam, Singapura, saja docking kapal ke Tiongkok.
“Padahal ada yang dekat, Batam. Kenapa? Karena birokrasi, kebijakan yang berbelit-belit dari pemerintah. Susah, kalau mau lancar lagi, buka aliran kredit, permudah kebijakan,” jelas Abi.
Abi pun berkilas balik pada masa redupnya industri galangan kapal di Batam. Masa tiga tahun, sejak 2015, industri galangan kapal perlahan meredup. Hingga kondisinya seperti hidup segan mati tak mau. “Mati suri. Banyak perusahaan shipyard, lepas pantai terpaksa gulung tikar. Sedihlah. Harus putar otak supaya bisa bertahan,” ujar Komisaris PT Citra Shipyard Batam ini.
Karena industri shipyard mati suri, lanjut Abi, mereka harus mem-PHK ribuan karyawannya. Awal 2017 adalah titik terendah. Hanya 500-an karyawan yang tersisa saat ini. Mulai dari tenaga welder, docking, dan lain-lainnya. Sedangkan karyawan administrasi dalam kantor hanya 100-an.
“Tak ada proyek, bagaimana? Daripada rugi mending PHK. Ada proyek baru rekrut lagi,” ungkap Abi.
Padahal sebelum 2015, pihaknya mempekerjakan 8 ribu tenaga kerja lapangan dan 1.000 karyawan dalam kantor. Kala itu, perusahaan galangan kapal di Batam banyak menerima proyek swasta dari luar negeri dan juga dari dalam negeri.
“Dulu itu dalam sekali bentang, 100 unit kapal kita bisa bangun. Kalau masa krisis sampai sekarang, mustahil mengharapkan pembuatan kapal, kami mengandalkan proyek repair,” ungkapnya.
Abi yang juga Ketua Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Sarana Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) ini mengungkapkan, dari 70 perusahaan galangan kapal yang ada di Batam, saat ini hanya 15 yang aktif. Sisanya kembali aktif apabila ada orderan. “Sistemnya sekarang kalau ada orderan baru kerja. Kalau tidak ada ya tak kerja,” ujarnya.
Mewakili Iperindo Abi berharap pemerintah di Batam memberi kemudahan dan mendukung program kerja Presiden Joko Widodo, yakni menjadikan untuk Indonesia sebagai poros maritim dunia.
“Pemerintah, berilah dukungan kepada kami para pengusaha galangan kapal. Permudah pengurusan surat-surat kapal yang mau di-drop dari luar negeri, khususnya Singapura. Harga jangan terlalu tinggi, sesuaikan saja dengan nilai USD,” himbaunya.
Menurutnya, banyak investor pemilik proyek dari luar negeri tak berani berlabuh di Batam karena masalah tersebut. Belum lagi status Batam yang kini berubah-ubah membuat mereka lebih memilih parkir di Malaysia.
Sementara mantan pekerja galangan di wilayah Batuaji dan Sagulung, Mustafa, goncangan dunia industri galangan kapal sudah terjadi sejak tahun 2014 silam. Namun sampai saat ini belum ada solusi atau upaya pemulihan yang tepat dari pihak pemerintah.
“Perusahaan yang mati suri bisa dilihat dari jumlah kendaraan yang terparkir di depan perusahaannya. Sekarang paling banyak belasan saja, kalau dulu, bisa sampai ratusan bahkan ribuan kendaraan,” ujar mantan pekerja di PT Bandar Abadi Shipyard.
Dia mengatakan surutnya industri galangan kapal ini umumnya karena memang order pembuatan atau perbaikan kapal sepi sejak empat tahun lalu. Meskipun tidak semua tutup, namun situasi yang pelik ini masih terus menghantui perusahaan galangan kapal lain yang masih bertahan. “Satu persatu perusahaan pada tutup. Galangan macam kuburan. Sepi sekali,” katanya.
Terpuruknya shipyard kala itu bisa dilihat dari data ekspor kapal yang dihimpun Badan Pusat Statistik (BPS) Kepri pada awal tahun 2017. Pertumbuhan kapalnya menunjukkan tren fluktuatif. Pada Januari ekspor kapal menyentuh angka 0,5 juta dolar Amerika. Kemudian di bulan Februari naik menjadi 5,4 juta dolar Amerika.
Pada bulan Maret kembali naik jadi 29,08 juta dolar Amerika. Begitu juga dengan April, naik menjadi 45,39 juta dolar Amerika. Namun pada bulan Mei, ekspor kapal terjun bebas hingga angka 15,02 juta dolar Amerika.
Beruntung Batam masih dipercaya untuk pembuatan dan docking kapal-kapal pemerintah. Seperti kapal TNI, Pertamina, dan juga kapal Pelni.
Salah satunya, PT Infinity Global Mandiri Batam. Perusahaan galangan kapal ini dipercaya untuk membangun kapal pertahanan negara. Perusahaan lokal yang memperkerjakan putra-putri bangsa itu sukses membangun dua unit kapal patroli keamanan laut (Patkamla).
CEO PT Infinity Global Mandiri, Ivan Hartono mengatakan proyek dua kapal pertahanan negara itu wujud dari sinergi dengan perekonomian industri maritim galangan kapal. Walau hanya sebagai salah satu bagian kecil perekonomian industri maritim dalam tatanan nawacita poros maritim. “Dua kapal ini dibuat oleh 100 persen tangan-tangan anak bangsa,” jelasnya.
Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam BP Batam Lukita Dinarsyah Tuwo mengungkapkan, kondisi industri galangan kapal di Batam sudah mulai membaik sepanjang tahun 2018. Menurut Lukita, perkembangan itu ia ketahui setelah berbicara dengan para pelaku industri shipyard di Batam.
“Mereka mengatakan sudah mulai ada perbaikan, ada order (kapal),” ujar Lukita Dinarsyah Tuwo, Jumat (27/7) lalu.
Pulihnya industri galangan kapal, lanjut Lukita, terutama karena meningkatnya harga komoditi yang berkaitan dengan bahan mineral seperti batubara dan stabilnya harga minyak dunia. Dengan membaiknya harga dua komoditi tersebut, berimbas pada industri galangan kapal dengan mulai adanya pemesanan ke galangan kapal untuk kapal tongkang.
“Kita berharap ini terus membaik ya kondisinya. Termasuk migas juga sudah ada perusahaan yang hired karyawan-karyawan di Batam dalam jumlah yang besar,” katanya.
Meski keadaan mulai membaik, kata Lukita lagi, pihaknya tidak hanya tergantung pada kondisi tetapi juga berusaha untuk memberikan dukungan. Salah satunya memanfaatkan industri dalam negeri untuk kebutuhan-kebutuhan kapal dalam negeri. BP Batam akan menyampaikan kepada pemerintah pusat mengenai kebutuhan atau permintaan para pengusaha galangan kapal di Batam.
BP Batam merancang sejumlah strategi untuk menggairahkan kembali sektor industri galangan kapal atau shipyard. Di antaranya dengan menyiapkan insentif dan beragam kemudahan kepada para pengusaha di bidang tersebut. Program insentif berupa diskon tarif perpanjangan Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) yang diberikan BP Batam. Insentif tersebut dianggap menjadi harapan baru bagi sektor shipyard untuk bangkit kembali. Hanya saja, sampai saat ini belum ada perusahaan yang melakukan perpanjang UWTO.
“Bahkan saya sedang mencari lokasi-lokasi galangan kapal yang memang belum dimanfaatkan. Kita ingin diskusikan kenapa belum dibangun. Belum memanfaatkan. Kalau masalahnya UWTO, tentu saya akan berikan keringanan dalam proses pembayarannya nanti,” jelas Lukita.
Selain menyiapkan insentif berupa diskon tarif perpanjangan UWTO bagi investor, BP Batam juga menunggu terbitnya revisi PMK 148 dari Kementerian Keuangan. Revisi PMK itu menjadi dasar untuk merivisi Peraturan Kepala (Perka) BP Batam Nomor 17 tahun 2016 tentang Jasa dan Tarif Pelabuhan. Sebab selama ini pengusaha galangan kapal kerap mengeluhkan tarif jasa kepelabuhanan yang diatur dalam perka itu yang masih terlalu tinggi.
BP Batam telah meminta kepada Dewan Kawasan (DK) Batam untuk segera mengajukan revisi PMK 148 ke Kemenkeu yang menjadi dasar dari Perka tersebut. “Ini erat kaitannya dengan industri kepelabuhanan, termasuk galangan kapal. Kalau itu sudah diperbaiki, sudah direvisi, makan kami juga akan mudah memberikan insentif itu,” katanya.
Optimisme juga disampaikan Kepala Bank Indonesia (BI) Perwakilan Kepri, Gusti Raizal Eka Putra. Selain galangan kapal, Gusti juga yakin sektor industri pengolahan diperkirakan akan tumbuh terus untuk menjadi fondasi utama ekonomi Kepri.
Hal ini dibuktikan dengan ekspor produk perkapalan mengalami perbaikan pada triwulan I 2018 walau masih kontraksi sebesar 46,72 persen (yoy). Namun lebih baik dibandingkkan triwulan lalu atau triwulan IV 2017, sebesar 89,90 persen (yoy). Perbaikan ini dipengaruhi oleh peningkatan ekspor kapal ke negara Singapura dan Myanmar.
“Industri mengalami pertumbuhan terutama disumbang oleh perbaikan kinerja industri terkait produk besi baja dan perkapalan yang tercermin dari pertumbuhan ekspor,” kata Gusti.
Perbaikan industri pengolahan berdampak pada berkurangnya tingkat pengangguran di Kepri. Pada Februari lalu, tingkat pengangguran terbuka (TPT) berada pada posisi 6,43 persen. Jauh lebih baik dari posisi Agustus 2017 yang berada di angka 7,16 persen.
Pertumbuhan industri pengolahan diperkirakan masih akan berlanjut seiring dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi Singapura sebagai negara tujuan ekspor utama yang tumbuh secara moderat. Berdasarkan hasil liaison, industri perkapalan diperkirakan akan membaik dengan perkiraan pertumbuhan permintaan sekitar 100 persen.
“Sektor perkapalan juga diperkirakan akan kembali menguat seiring dengan mulainya permintaan pembuatan tugboat baru,” katanya.
Di samping itu prospek investasi berdasarkan pendaftaran penanaman modal di Batam juga tumbuh signifikan hingga 335 persen. ”Sedangkan prospek investasi di Bintan tercatat sebesar 794 juta dolar Amerika,” katanya lagi.
Semua faktor juga diakumulasi oleh keadaan ekonomi dunia 2018 yang semakin membaik. Contohnya ekonomi Eropa tetap tumbuh meski melambat.
Lalu ekspansi ekonomi Amerika yang terus berlanjut. Dimana karena didorong biaya pemerintah yang lebih besar dan momentum pertumbuhan ekonomi dan implementasi tax reform yang diperkirakan mendorong akselerasi PDB Amerika.
Perekonomian Kepri tahun 2018 secara umum akan menguat dibandingkan tahun 2017, pada kisaran 3,7-4,2 persen (yoy). Penguatan perekonomian 2018 ditopang oleh pemulihan ekonomi global terutama membaiknya pasar Amerika Serikat dan India, mulai membaiknya harga komoditas sepertinya minyak bumi dan mulai beroperasinya smelter di beberapa lokasi di Indonesia diperkirakan akan memberikan dampak positif bagi industri galangan kapal Kepri.
Kebangkitan industri galangan ini sudah diprediksi Direktur Small Medium Enterprise Indonesia Marketing Association (IMA) Chapter Batam, Irfan Widyasa, setahun yang lalu. Dia menyebutkan ada lima sinyal positif kebangkitan shipyard diBatam.
“Pertama, mulai stabilnya harga minyak mentah dunia di kisaran 45-50 dolar Amerika per barel,” kata Irfan.
Kemudian, lanjut Irfan, membaiknya harga batubara pada tahun ini pada angka 75 dolar Amerika. Kebijakan pemerintah melonggarkan ekspor mineral mentah juga bisa berdampak positif bagi kebangkitan shipyard Batam. Selanjutnya upaya Badan Pengusahaan (BP) Batam yang ingin membentuk klaster industri galangan kapal.
Terakhir peluang yang datang dari jasa perbaikan dan peremajaan kapal-kapal tua yang jumlahnya cukup banyak. Apalagi kapal-kapal yang dibuat di Batam akan kembali ke Batam untuk melakukan perbaikan. (uma/cha/une/iza)
Selasa, 31 Juli 2018 - 07:41 WIB

Galangan Kapal di Batam Kalah Saing, Ini Penyebabnya

Batam - Kebijakan pemerintah pengenaan bea masuk antidumping (BAMD) terhadap impor baja dari Tiongkok, Singapura dan Ukraina membuat pengusaha galangan kapal Batam tidak dapat bersaing dengan produk serupa. Hal itu membuat mereka mengalami kerugian besar dalam waktu cukup panjang. 
Ketua Batam Shipyard Offshore Association (BSOA), Sarwo Eddy mengatakan kapal buatan Batam akan lebih mahal karena penerapan BAMD tersebut. 
"Ini menjadi beban tambahan perusahaan shipyard dari Batam," ujar Eddy di Gedung BP Batam saat acara dialog investasi bersama BP Batam, Jumat (15/2/2019).
Eddy menyebutkan untuk kapal berukuran 300 feet dengan harga rata-rata Rp 16 miliar akan dikenakan BMAD senilai Rp 2,5 hingga Rp 3 miliar yang ditanggung oleh si pembuat kapal. Sedangkan pemilik kapal sebagai pengorder tidak dikenakan biaya apapun karena sudah mendapat fasilitas bebas pajak impor.
"Ini berbanding terbalik dengan kapal yang diproduksi di luar negeri kemudian masuk Batam sehingga bebas pajak. Selisih harganya akan jauh sekali," katanya. 
Ia menjelaskan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50/2016 tentang pengenaan BMAD terhadap terhadap impor produk hot rolled plate (HRP) dari Tiongkok, Singapura dan Ukraina. PMK tersebut muncul karena ada audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Kantor Kementerian Keuangan. 
"Mereka (BPK) menemukan ada praktek dumping atas impor pelat baja sehingga menerapkan peraturan ini," jelasnya.
Tidak hanya itu, pengenaan BMAD juga berlaku bagi negara yang melewati tiga negara yang dietapkan seperti Tiongkok, Singapura, dan Ukraina. Sehingga pelat baja yang masuk negara tersebut juga otomatis dikenakan BMAD. 
Contohnya plat baja yang diproduksi oleh Krakatau Steel dari Cilegon yang masuk lewat Singapura. Perusahaan tersebut menjual pelat bajanya lebih murah ke Singapura dibanding ke dalam negeri. 
"Selisih harganya jauh dan ini menjadi konsen kami. Dalam hal ini kita lihat Singapura melakukan dumping, tapi Indonesia juga melakukan dumping," kata dia.
Untuk itu pihaknya berharap agar pemerintah dapat mencabut peraturan tersebut, karena dari 50 kapal yang sudah siap untuk mengirim, tetapi pemilik kapalnya tidak tahu mengenai pengenaan BMAD tersebut. 
"Si pembuat kapal tak bisa menaikkan harga untuk menanggung beban BMAD, karena sudah terikat kontrak jual beli dengan si pemilik kapal," katanya. 
Sementara itu, Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Eddy Putra Irawadi mengakui bahwa penerapan BMAD ini agak memberatkan bagi Batam sehingga pihaknya sudah mengirimkan surat ke Kemenkeu.
"Ini bahan baku masuk ke Batam. Jadi mau barang haram apa pun masuk ke Batam, kalau HS-codenya berubah, kemudian dijual keluar. Lalu apa salahnya Batam," ujarnya pada kesempatan yang sama. 
(ret)
Sabtu 16 Februari 2019, 09:01 WIB

Minggu, 24 Januari 2016

Konvensi Internasional untuk Keselamatan Penumpang di Laut


Koran memberitakan tenggelamnya kapal TITANIC saat itu di tahun 1912.
Lagi baca-baca hal yang berkaitan dengan alat-alat keselamatan di kapal. Sumbernya saya kutip di sini dan juga di sini dari situs Wikipedia.

Konvensi Internasional SOLAS adalah perjanjian/konvensi paling penting untuk melindungi keselamatan kapal dagang. Versi pertama diterbitkan pada tahun 1914 sebagai akibat tenggelamnya kapal RMS Titanic. Dimana diatur mengenai ketentuan tentang jumlah sekoci/rakit penolong dan perangkat keselamatan lain serta peralatan yang dibutuhkan dalam prosedur penyelamatan, termasuk ketentuan untuk melaporkan posisi kapal melalui radio komunikasi.
Dan sejak pertama sekali ditetapkan dilakukan beberapa perubahan/amandemen 1929, 1948, 1960, dan 1974
Konvensi Internasional SOLAS 1974 diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 17 Desember 1980 dengan Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1980. Kemudian pada tanggal 12 Desember 2002, Konferensi Diplomatik yang dilaksanakan oleh Maritime Safety Committee dari IMO mengadopsi amandemen Konvensi Internasional SOLAS yang dikenal dengan sebutan International Ship and Port Facility Security (ISPS) Code, 2002.

Muatan SOLAS

  • Pendahuluan
  • Prosedur amandemen
  • Ketentuan teknis
  • Chapter I - Ketentuan umum
  • Chapter II-1 - Konstruksi - Pembagian dan stabilitas, permesinan dan instalasi listrik
  • Chapter II-2 - Pelindungan kebakaran, deteksi kebakaran dan pemadaman kebakaran
  • Bab III - Perangkan pertolongan dan pengaturannya
  • Chapter IV - Komunikasi Radio
  • Chapter V - Keselamatan navigasi
  • Chapter VI - Muatan barang
  • Chapter VII - Muatan barang berbahaya
  • Chapter VIII - Kapal Nuklir
  • Chapter IX - Managemen keselamatan operasi kapal
  • Chapter X - Ketentuan untuk kapal cepat
  • Chapter XI-1 - Upaya kusus untuk meningkatkan keselamatan pelayaran
  • Chapter XI-2 - Upaya kusus untuk meningkatkan keamanan pelayaran
  • Chapter XII - Aturan tambahan untuk kapal curah

Senin, 22 Juni 2015

Jokowi Instruksikan Semua Kementerian Beli Kapal Buatan Dalam Negeri













BATAM, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo menginstruksikan agar semua kementerian yang terkait dengan tol laut membeli kapal produk dalam negeri.

"Saya minta semua membeli produk kapal dalam negeri, termasuk Pertamina dan lainnya yang membutuhkan kapal tanker. Tidak usah membeli dari mancanegara," kata dia usai berdialog dengan pengusaha kapal di Kabil, Batam, Kepri, Minggu (21/6/2015).

Dia mengatakan, awalnya kagum saat berkunjung ke Korea Selatan dan melihat industri kapal negara tersebut yang dinilai sangat maju. Setelah mengunjungi galangan kapal di Batam, Jokowi meyakini bahwa industri yang ada di Indonesia sudah mampu membangun berbagai jenis kapal untuk keperluan dalam negeri.

"Setelah melihat industri galangan di Batam, saya menjadi terbuka. Bahwa industri galangan kapal Batam mampu membangun sendiri kapal untuk kita," katanya.

Jokowi juga mengatakan, setelah pulang dari Batam, dirinya akan melakukan rapat kabinet terbatas di Jakarta untuk meminta daftar kebutuhan kapal selama lima tahun ke depan baik tanker, roro, kapal kargo, kapal penumpang.

"Dengan target poros maritim yang kita bangun dengan tol laut, butuh dukungan industri galangan kapal, Kita akan mengadakan dari dalam negeri," kata dia.

Jokowi juga mengaku kaget dengan jumlah industri galangan kapal di Indonesia dan Batam yang tumbuh pesat. Saat ini di Batam ada 104 industri galangan kapal besar yang mampu memproduksi berbagai jenis kapal.

"Nanti, saya akan kumpulkan semua menteri yang terkait dengan kapal," ungkapnya.

Dalam diskusi bersama pengusaha Kapal Batam, Jokowi berharap mereka siap untuk membangun kapal untuk kebutuhan seluruh kementerian yang ada.

"Karena itu, saya tidak ragu memberikan proyek ini ke bapak ibu sekalian, baik tongkang dan lainnya. Mengapa harus membeli dari luar negeri kalau dalam negeri mampu," tandasnya.


http://nasional.kompas.com/read/2015/06/21/22333671/Jokowi.Instruksikan.Semua.Kementerian.Beli.Kapal.Buatan.Dalam.Negeri

Blusukan ke Batam, Jokowi Kaget RI Punya 250 Industri Kapal














Batam -Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat tak percaya bahwa Indonesia sudah punya ratusan industri galangan kapal atau pabrik pembuat kapal laut. Dari 250 galangan kapal, ada 104 yang lokasinya di Batam, Kepulauan Riau.

Hal ini disampaikan Jokowi saat meninjau galangan kapal PT Anggrek Hitam di Batam, Kepulauan Riau, Minggu (21/6/2015)

"Saya juga kaget ternyata di Indonesia ada 250 industri galangan kapal dan di Batam ada 104, ini kan besar sekali," katanya.

Jokowi didampingi oleh Gubernur Kepulauan Riau Muhammad Sani, Wagub Kepulauan Riau HM Soerya Respationo, Menko Perekonomian Sofyan Djalil, Menko PMK Puan Maharani, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, dan Mensos Khofifah Indar Parawansa.

Mantan gubernur DKI Jakarta ini mengaku wawasannya terbuka setelah berkeliling ke galangan kapal di Batam. Ia menyimpulkan industri galangan kapal yang ada di Indonesia mampu membangun sendiri segala macam produk kapal di dalam negeri. Hal ini penting karena dirinya punya program poros maritim dan 'tol laut' yang membutuhkan berbagai jenis kapal dalam jumlah banyak.

"Saya nanti minta list akan saya klopkan dengan kebutuhan-kebutuhan yang akan kita bangun dalam lima tahun yang akan datang, mampunya berapa, jenis kapalnya apa," katanya.

Ia mengatakan berdasarkan laporan dari pelaku industri galangan kapal, Indonesia sudah bisa mampu membuat berbagai jenis kapal sendiri jenis penumpang, kapal tanker, kapal kargo, roro. Fakta ini menurutnya tak pernah terbayangkan sebelumnya oleh dirinya.

"Karena dengan target poros maritim yang akan kita bangun dengan konektivitas laut dengan tol laut yang akan kita bangun kita memang membutuhkan sebuah industri maritim, industri perkapalan dan galangan kapal yang memang betul-betul harus kita seriusi," katanya.

http://finance.detik.com/read/2015/06/21/181529/2948188/1036/blusukan-ke-batam-jokowi-kaget-ri-punya-250-industri-kapal